Lain
dengan kelas 6, lain pula dengan kelas 3. Ini sekolah apa
siii..kenapa anak-anaknya hobi banget nangis, hehe...
Hari
ini, Selasa (8/11/11) jam 3-4 saya mengajar di kelas 3. Hari ini saya
awali dengan mendikte mereka, itung-itung latihan listening. Setelah
mengoreksi dan menilai, saya beranjak untuk menyiapkan background
knowledge mereka tentang materi selanjutnya, yakni tentang
“Transportation”. Lagi asyik-asyiknya melatih kosakata mereka
dengan flash card dan lagu-lagu tentang alat transportasi terdengar
jeritan tangis yang sangat keras.
“Huaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa....huaaaaaaaaaaa...huaaaaaaaaaaaaaaa!”
Suaranya
sungguh memekakkan telinga. Bulu kuduk saya berdiri, ada suara tanpa
rupa.
Ow..bulu
kuduk saya tidak jadi berdiri karena saya temukan sumber tangis dari
sebuah bangku di pojok kanan. Disana duduk seorang anak kecil, hitam,
dekil. Ooops..maap nak keceplosan :D.
Saya
acuhkan tangisannya, karena anak ini memang sangat sering menangis,
dikit-dikit nangis, dikit-dikit nangis. Nangis dikit-dikit. Eladalah,
teman-teman sekelasnya malah menirukan tangisannya. Alhasil, kelas 3
yang berisi gabungan anak 3A dengan 3B bak pasar ikan. Teriakan
menggema layaknya orang menawarkan barang dagangannya. Dengan kedaaan
seperti ini, tentunya apapun yang saya katakan tak akan di dengar
kan? Jurus andalan ketika kelas tidak terkendali adalah: “mencatat”.
Dengan mencatat mereka akan diam dan fokus pada catatan yang saya
berikan. Meskipun ini artinya target saya mengajarkan kosakata hari
ini tidak terpenuhi.Setelah
selesai memberi catatan, saya mengajak Novi (anak yang menangis tadi)
keluar kelas.
Sebenarnya saya tidak tahu pasti apa yang akan saya
lakukan. Saya berpikir ingin menenangkannya, tetapi di luar kelas.
Caranya? Entahlah. Begitu saya ajak keluar kelas, perasaan saya tidak
enak. Suara tangisnya yang sangat keras malah terdengar ke seluruh
penjuru. Agaknya saya melakukan kesalahan dengan memintanya keluar.
Saya
membawanya ke pojok luar kelas, di dekat toilet. Saya mengajaknya
berbicara dari hati ke hati, apa yang membuatnya menangis bla bla
bla... tak membutuhkan lebih dari 5 menit untuk membuatnya tenang.
Tak lupa saya mengajaknya tos dan salaman sebelum kembali ke dalam
kelas.
Tahukah
anda apa yang membuatnya menangis? Dia menangis karena ingin duduk di
pinggir, tetapi teman sebangkunya menolak. Se-simple ITU BISA BIKIN
SEORANG ANAK MENANGIS!! Oh emji...
Ketika
kembali ke kelas, saya meminta anak yang duduk sebangku untuk gantian
duduknya, tetapi dia tidak mau. Dia malah ikutan mau nangis. Rasanya
ingin teriak,
“HEEEEEEEEEEEEEEEEEEEELLLLPPP!”
Namun,
sebagaimana peribahasa “kalau untung takkan lari kemana”. Saya
mengumumkan kepada anak-anak lain, adakah yang mau tukeran tempat
duduk. Dan alangkah beruntungnya karena ada seorang anak baik hati
dan tidak sombong yang bak seorang bidadari, mau tukeran tempat
duduk.
Langsung
saya teriakkan, “Pinteeerr” dan ucapan terimakasih.
Alhamdulillah
ya...masalah hari ini bisa selesai dengan perdamaian.
Comments
Post a Comment