Konvoi Selepas Pengumuman Kelulusan


Hari ini, sepulang ngelesi masih saya jumpai beberapa pelajar ga ada kerjaan dengan pakaian seragam yang dihiasi warna-warni semprotan pilok dan corat-coret tanda tangan teman-teman sepermainan mereka di jalanan. Ada yang berseliweran beringsut pulang, ada dua orang siswa dan siswi yang kena sial karena bannya kebocoran duduk dengan muka bete di tukang tambal ban, dan beberapa masih berkumpul di depan ojekan Sendang.


Pagi tadi, suasana memang sepi. Tak ada hingar-bingar pelajar berhamburan, mungkin karena mereka diliburkan. Namun, ketika matahari mulai naik, sekitar jam 14.00-an siang, mulai terdengar dentuman dan teriakan motor. Diatasnya bertengger pelajar-pelajar yang terlihat bangga lengkap dengan sergamnya yang sudah warna-warni itu.

Hmmm...sampai sekarang saya tidak habis pikir dengan tingkah mereka. Saya tak bisa memahami meskipun sudah saya coba menjedotkan kepala  ke tembok dan saya mencoba pula mengotak-ngatik hati untuk bisa memahami mereka. Segitu banggakah mereka lulus SMA sampai berlenggang, berkonvoi, berpilok dan bercorat-coret yang tiada guna. Ya, ya.. mungkin ada yang bilang, “Wajar, mereka anak muda!” memangnya anak muda harus gitu ya? Memangnya lulus SMA harus merayakan dengan cara seperti itu ya??? Saya pernah muda, saya pernah sekolah dari SD-SMP-SMA, bahkan sampai Perguruan Tinggi sekalipun, saya tidak pernah merayakan dengan cara seperti mereka.

Naifnya, saya yakin mereka yang konvoi dan corat-coret itu lulus bukan murni dari hasil kerja mereka. Kelulusan itu sekedar kelulusan semu yang didapat dari hasil curang alias menyontek. Bukannya suudzon, anak-anak yang lulus dengan hasil kerja sendiri won’t likely do such a thing. Mereka yang lulus dengan hasil sendiri justru merayakan dengan cara lebih elegan. Lagian ya, meryakan kelulusan dengan cara-cara seperti itu agaknya kuno deyh.. udah ga jaman. Sekarang, ketika kelulusan tidak hanya ditentukan dari hasil UN semata, tetapi juga ditambah dengan nilai Rapot dan Ujian Sekolah sebanyak 40%, sekolah memiliki hak penuh untuk mengotak-atik nilai. Kebanyakan sekolah sudah membantu siswanya sedemikian rupa sehingga semua siwa akan lulus. Sekolah menggunakan hak 40%-nya dengan baik. Nilai-nilai mereka bukanlah nilai yang murni, jadi dimana bangganya sih? Ada yang bisa menjelaskan????

Belum lagi, beberapa cerita seperti yang dimuat di Regional Kompas-Siswi Telanjang Dada, Ijazah Ditahan. Astagfirullahaladziim... Agaknya dunia memang sudah hampir kiamat.  

Comments