Tangisan di Dalam Kelas


Dari hari kamis sampai hari ini sudah ada dua anak menangis di kelas saya. Heran ya, kenapa mereka bisa menangis padahal muka saya kan jauh dari konotasi mengerikan. Masak wajah semanis ini menakutkan bagi mereka? Sungguh terlalu :D.

Kamis lalu, seorang anak kelas 6 menangis gara-gara saya hukum. Hukumannya tidak berat, saya hanya meminta mereka maju. Karena mereka menolak, saya meminta mereka menulis: “Saya berjanji tidak akan mengulangi perbuatan saya lagi, tidak mengerjakan PR” sebanyak 10x dan harus diberikan kepada guru kelas untuk ditandatangani dan ditunjukkan kepada saya. Ini kali pertama saya memberikan hukuman kepada anak kelas 6, dan ternyata keputusan saya untuk menghukum ini berujung tangis.


Bagi anak laki-laki yang mendapat sebutan troublemaker hal semacam ini tidak masalah. Mereka memang sangat berbakat untuk membangkang. Namun, lain halnya yang terjadi kepada dua orang anak perempuan yang tergolong kaum intelek di kelas. Hukuman semacam ini, akan sangat memalukan bagi mereka. Terlihat muka sebal mereka ketika menulis kalimat tersebut. Sesudah mereka selesai menulis, saya menyempatkan untuk membesarkan hati mereka.

Sudah gak papa, jangan marah ya. Nanti diberikan kepada guru kelas untuk ditandatangani.” Ucap saya dengan lembut.

Mereka mengangguk, semua baik-baik saja.

Saya sedikit menyinggung bahwa memang harus ada perbedaan perlakuan antara yang mengerjakan PR dan tidak, karena jika saya menyamakan perlakuan terhadap mereka tentunya mereka yang tidak mengerjakan PR akan terus-menerus menyepelekan tugas dari saya. Maka saya harus memberi penghargaan untuk mereka yang mengerjakan tugas dan mereka yang tidak. Itulah alasan saya memberi hukuman, lagian hukumannya juga bukan hukuman yang berat.

Lalu, saya mencoba mencairkan suasana dengan melakukan ice breaking. Tak dinyana, ada yang menangis, seorang anak perempuan yang kena hukuman tadi. Tentunya saya terkaget-kaget.

Waduh, gawat-gawat! Sekali ngasih hukuman eladalah malah ada yang nangis.” Gumamku dalam hati.

Tak selang berapa lama dua anak perempuan itu ijin ke belakang. Mereka mengurung diri di kamar mandi sekolah. Saya memberi catatan kepada anak-anak lain dan menyusul dua anak ini. Di jalan, saya bertemu dengan guru kelasnya sembari ‘mewadulkan’ apa yang terjadi. Beliau bersama-sama dengan saya ke belakang untuk membujuk mereka agar keluar dari kamar mandi. Saya sempat meminta maaf kepada mereka. Tetapi mereka tetap tidak mau keluar. Ternyata tangisnya bukan karena saya, tetapi karena malu kepada teman-temannya. Well, mungkin saya telah menelanjangi harga diri mereka di depan teman-temannya secara mereka tergolong anak pandai. Rasanya pasti sangat memalukan.
Saya agak takut kejadian ini akan sedikit mengubah kedekatan saya dengan mereka. Namun, semoga saja mereka bisa segera melupakan kejadian yang menurut mereka memalukan dan malah membuat mereka memperbaiki diri. 

Comments